13.12.07

Menulis adalah Bermain

Beberapa waktu lalu, saya sempat mengobrol dengan dua orang kawan. Kebetulan, salah seorang dari mereka baru saja mengikuti sebuah pelatihan motivasi. Saya tanya kepada kawan yang baru saja ikut pelatihan tersebut bagaimana kesan selama dan setelah ikut pelatihan. Kawan saya pun menjawab, ”Biasa. Saat ini memang sedang semangat. Mungkin karena pelatihan itu belum lama berlalu sehingga masih membekas, tapi entah kelak seiring dengan berjalannya waktu.”

Lantas saya minta rekan saya yang baru saja ikut pelatihan motivasi tersebut menceritakan ilmu yang dia peroleh dari pelatihan. Cerita pun mengalir, termasuk berbagai permainan yang dilakukan saat pelatihan. Berbagai permainan unik yang terkadang terasa mustahil jika ditelaah dengan logika orang awam.

Mendengar cerita dari kawan saya yang baru saja ikut pelatihan, rekan saya yang lain berkomentar singkat. ”Kalau di dalam sebuah pelatihan motivasi, aku yakin selalu bisa. Pasal, aku berpikir toh itu hanya sebuah permain dan semua orang pasti bisa melakukan permainan itu. Masalahnya adalah ketika keyakinan itu dibawa ke dunia nyata hasilnya tentu akan beda.”

Kata kawan saya yang baru saja ikut pelatihan, ”Ya, itulah tugas kita. Bagaimana kita mentransfer keyakinan diri saat pelatihan ke dalam kehidupan nyata.” Saya bersepakat dengan pendapat kawan saya ini. Ya, saya bersepakat, bahkan sangat.

Saya lantas ingat target saya menyelesaikan satu naskah buku sebelum tahun 2007 ini berakhir. Seorang kawan pernah berkomentar bahwa target saya terlalu berani karena hal itu berarti saya hanya punya waktu lebih kurang satu bulan. Namun, saya tak mau kalah. Saya katakan bahwa ini adalah sebuah target dan saya berusaha untuk mencapai target tersebut. Masalah target tercapai atau tidak (:baca belum), itu urusan nanti. Asal saya berusaha keras untuk memenuhi target tersebut, saya kira target yang saya pasang bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dicapai.

Mengapa saya begitu yakin? Sederhana saja. Usaha untuk mencapai sebuah target menurut saya tak ubahnya dengan ketika saya bermain gundu saat masih kanak-kanak. Saya akan berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan permainan dan jika saya tidak (belum) bisa mencapai target itu, saya akan katakan kepada diri saya bahwa yang saya lakukan hanya sebuah permainan dan saya bisa mencobanya lain waktu. Ya, itu juga yang saya katakan kepada diri sendiri. Menyelesaikan satu naskah dalam satu bulan adalah sebuah permainan. Persis seperti saat saya bermain gundu. Bedanya adalah saya mengganti gundu dengan 26 huruf dari A hingga Z.

Dengan demikian, bukankah tak ada salahnya jika saya berkata, ”Target saya menyelesaikan satu naskah dalam waktu lebih kurang satu bulan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dicapai. Kalaupun target tersebut belum tercapai, itu bukan berarti sebuah kekalahan. Toh menulis tak ubahnya sebuah permainan dan semua orang pasti bisa melakukan permainan itu.”

Oleh karena itu, saya akan mainkan permainan ini dengan sebaik-baiknya. Bukankah menurut Johan Huizinga manusia adalah homo ludens, makhluk yang suka bermain-main? Ya, beda permainan bernama menulis dengan permainan pada umumnya adalah bahwa menulis bukanlah permainan yang main-main karena banyak konsekuensi dari sebuah permainan bernama menulis. Anda bingung? Saya yakin tidak.

No comments: