Media O-Tak sebagai Media Pemasaran dan
Promosi Pariwisata Pasar Domestik
Sebelum
masuk ke inti tulisan, ada satu hal yang perlu penulis sampaikan
terkait dengan isi tulisan ini. Secara garis besar, tulisan ini memuat
tiga hal. Pertama, tentang batasan istilah. Kedua, tentang karakteristik
pasar domestik. Ketiga, tentang media O-Tak sebagai media promosi
pariwisata.
1. Tentang Batasan Istilah
O-Tak.
Mungkin cara penulisan ini kurang lazim: huruf O kapital, strip, dan
Tak dengan huruf T kapital. Agar tidak membingungkan, perlu kiranya
dibahas terlebih dahulu asal istilah ini.
Penulis
menggunakan istilah O-Tak sebagai bentuk singkat dari online-cetak.
Sebuah istilah untuk menggambarkan dua bentuk media, yaitu media online
dan media cetak. Secara spesifik, dalam tulisan ini yang dimaksud dengan
media online adalah internet sedangkan media cetak adalah koran (surat
kabar).
Bicara
tentang pemasaran dan promosi, mau tidak mau kita harus membahas
tentang media promosi. Media yang akan dibahas di sini dibatasi pada
internet dan koran. Televisi sengaja tidak dibahas dengan alasan
informasi di televisi hanya ditayangkan pada jam-jam tertentu (tidak
bisa diakses setiap saat). Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk
promosi di televisi relatif mahal.
Mengapa
tulisan ini fokus kepada wisatawan domestik? Hal ini dilakukan tidak
lain adalah karena wisatawan domestik yang sebenarnya potensinya sangat
luar biasa kurang digarap secara serius. Bahkan, sebagian dari kita ada
yang menganggap bahwa jika bicara tentang wisatawan yang kemudian muncul
di benak kita adalah wisatawan asing. Padahal, wisatawan domestik juga
wisatawan dan sumbangan mereka terhadap geliat pariwisata di negeri ini
sangat luar biasa, bahkan bisa jadi melebihi wisatawan mancanegara.
Lantas apa sebenarnya yang dimaksud dengan wisatawan domestik? Wisatawan domestik (domestic tourist)
adalah seseorang warga negara suatu negara yang melakukan perjalanan
wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan
negaranya (Suwena dan Widyatmaja, 2010:46). Jadi di sini tidak ada sama
sekali unsur asingnya, baik kebangsaannya, uang yang dibelanjakan,
maupun dokumen perjalanan yang dipunyainya (Yoeti, 1993:132).
2. Karakteristik Pasar Domestik
Media
pemasaran dan promosi yang pertama adalah internet. Pada abad informasi
seperti sekarang, internet merupakan media pemasaran dan promosi yang
cukup efektif. Meskipun sasaran utama kita adalah pasar wisatawan
domestik, karena kita memanfaatkan media internet secara tidak langsung pasar mancanegara juga bisa dijangkau mengingat internet sudah tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu, bisa diakses 24 jam sehari-semalam tanpa dihalangi oleh batasan negara.
Karena
pangsa pasar yang dibahas dalam tulisan ini adalah wisatawan domestik,
tentu kita mesti melihat dahulu sejauh mana penggunaan internet di
negeri ini. Oleh karena itu, di bawah ini disajikan sebuah data yang cukup menarik terkait dengan jumlah pengguna internet di Indonesia. Mari kita cermati secara saksama.
Data di atas dirilis http://www.internetworldstats.com
per 30 Juni 2012. Dari data di atas terlihat bahwa Indonesia berada di
peringkat ke-8 sebagai pengguna internet dengan jumlah pengguna internet
sebanyak 55 juta. Namun, sebuah survei yang diselenggarakan Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) sebagaimana diberitakan http://kompas.com enam bulan kemudian (tanggal 13 Desember 2012)
mengungkapkan bahwa jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2012
mencapai 63 juta orang atau 24,23 persen dari total populasi negara ini.
Tahun depan jumlah ini diprediksi naik sekitar 30 persen menjadi 82
juta pengguna dan terus tumbuh menjadi 107 juta pada 2014 dan 139 juta
atau 50 persen total populasi pada 2015.
Data lain dari http://www.beritasatu.com
menyebutkan bahwa pengguna internet didominasi oleh pengguna yang
berusia muda (usia 12-34 tahun) yang mencapai total 64,2% dengan
pengguna internet tertinggi pada kelompok usia 20-24 tahun. Pengguna
internet yang berada pada usia di bawah 34 tahun ini disebut sebagai digital natives,
yaitu generasi yang lahir dan hidup dalam era internet yang
serbaterdigitalisasi dan terkoneksi. Kalangan ini cenderung membentuk
tren di dunia maya. Mereka sudah sangat “melek internet” dan secara
intuitif dapat mengoperasikan berbagai perangkat gadget dengan mudah
karena sudah terbiasa menggunakannya sejak kecil.
Masih menurut http://www.beritasatu.com, selain kelompok digital natives, ada pengguna internet yang berusia di atas 34 tahun yang disebut sebagai digital immigrants. Kelompok ini adalah generasi yang mengenal dunia internet saat mereka dewasa. Para digital immigrants
ini kerap merasa harus selalu belajar menyesuaikan diri untuk
mengoperasikan gadget, membuat dan menggunakan berbagai perangkat
gadget, bagaimana menggunakan e-mail dan jejaring sosial, dan tidak
mudah untuk berganti-ganti platform perangkat lunak. Proses adaptasi
menjadi pengguna internet pada kelompok ini berlangsung “terlambat”
dibanding para digital natives yang mengenyam teknologi sejak dini.
Sebagai pembanding, data di bawah ini cukup menarik untuk dicermati. Data dibawah ini bersumber dari https://wiki.smu.edu.sg.
Data di atas juga cukup menarik untuk dicermati, khususnya terkait dengan social media. Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa tiga social media paling populer di Indonesia adalah Facebook (38,86 juta pengguna), Twitter (5,67 juta pengguna), dan Blog
(5,27 juta pengguna). Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara
pengguna Facebook terbesar ke-2. Pengguna Facebook berdasarkan usia
didominasi usia 18-24 tahun (41 %), 13-17 tahun (24 %), dan 25-34 tahun
(24 %). Sisanya yang 11 % adalah 35-44 tahun (8 %) dan 45 tahun ke atas
(3 %). Untuk penggunaan Twitter, disebutkan bahwa Indonesia adalah
Negara ke-3 pengguna twitter.
*****
Jika kita cermati data pengguna internet sebagaimana disebutkan di atas, setidaknya ada satu kelompok yang disebut dengan digital immigrants (berusia di atas 34 tahun), yaitu generasi yang mengenal dunia internet saat mereka dewasa (http://www.beritasatu.com). Data di https://wiki.smu.edu.sg juga menyebutkan bahwa pengguna internet yang berusia di atas 35 tahun jumlahnya sangat sedikit: usia 35-44 tahun (8 %) dan 45 tahun ke atas bahkan jauh lebih sedikit lagi (3 %). Lantas ke mana sebagian besar dari kelompok ini biasa mengakses informasi? Salah satu yang paling populer tentu dari koran (surat kabar).
Meskipun
pengguna internet terus meningkat dari tahun ke tahun, ada sejumlah
kalangan yang tetap setia membaca koran. Kelompok ini sering disebut
sebagai “pembaca loyal”. Mereka umumnya berasal dari kalangan pensiunan
atau yang berusia lanjut atau di atas usia 40 tahun. Kelompok inilah
yang perlu mendapat perhatian mengingat mereka adalah pasar yang sangat
potensial untuk dibidik karena kelompok inilah sebenarnya yang relatif
punya banyak waktu luang dan tentunya biaya untuk berwisata.
Berita di http://sosialbudaya.tvonenews.tv
merilis hasil penelitian Serikat Perusahaan Pers di sembilan kota besar
di Indonesia yang menyebutkan bahwa pembaca koran kini terus turun dari
sebelumnya mencapai 25,1 persen kini tersisa 15 persen. Hal tersebut
disampaikan Direktur Eksekutif SPS Pusat Asmono Wilkan di Banjarmin
tanggal 21 Oktober 2011. Menurut Asmono, hasil penelitian pada sembilan
kota besar di Indoensia seperti Jakarta, Medan, Sulawesi, dan beberapa
kota besar lainnya kecuali Banjarmasin menunjukkan bahwa pembaca koran
kini dikalahkan oleh pembaca internet yang mencapai 19,4 persen. Jumlah
tersebut mengalami pertumbuhan signifikan dalam lima tahun terakhir,
yaitu pada 2006 jumlah pengguna internet hanya 10,3 persen, 2007 menjadi
12,1 persen, 2008 14,6 persen, dan 2010 sudah hampir 20 persen (berdasarkan data terbaru sebagaimana diuraikan di bagian awal tulisan ini sudah hampir mencapai 25 %). Sedangkan koran atau media cetak, pada 2006 mencapai 25 persen dan terus menurun menjadi hanya 15 persen.
Meskipun jumlah pembaca koran terus menurun, tetap saja koran merupakan media yang layak untuk dilirik sebagai media pemasaran dan promosi pariwisata selain internet karena koran memiliki “pembaca loyal” yang umumnya berasal dari kalangan pensiunan atau yang berusia lanjut yang relatif punya banyak waktu luang dan tentunya biaya untuk berwisata.
3. Media O-Tak sebagai Media Promosi Pariwisata
Dari
uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa pasar wisatawan domestik
setidaknya bisa dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, pasar moderat.
Kedua, pasar agresif. Ketiga, pasar konvensional. Berikut adalah tabel
karakteristik pasar wisatawan domestik berdasarkan kebiasaan mengakses
informasi.
NO
|
USIA
|
KARAKTERISTIK
|
SIFAT INFORMASI
|
JENIS MEDIA
|
1
|
> 35 tahun
|
Konvensional
|
Mendalam
|
Cetak (Koran)
|
2
|
25-35 tahun
|
Moderat
|
Singkat dan Padat
|
Online (Situs Web)
|
3
|
< 25 tahun
|
Agresif
|
Sambil Lalu
|
Online (Media Sosial)
|
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa menentukan media apa yang paling tepat untuk pemasaran dan promosi pariwisata
tentu harus dilihat dari karakteristik pasar yang dituju. Karena
tulisan ini membahas tentang pasar domestik dan pasar domestik telah
bisa dipetakan menjadi setidaknya 3 kelompok (konvensional, moderat, dan
agresif), media untuk pemasaran dan promosi pariwisata
tentunya juga harus menyesuaikan dengan pasar yang akan dituju. Untuk
kelompok konvensional, koran (surat kabar) tentu akan relatif lebih
efektif dijadikan media pemasaran dan promosi pariwisata.
Untuk kelompok moderat, situs web adalah pilihan yang tepat. Sedangkan
untuk kelompok agresif yang didominasi anak muda tentu akan lebih tepat
jika menggunakan media sosial sebagai media pemasaran dan promosi pariwisata.
Sebagai
penutup, ada satu hal yang perlu dicatat: media online memang begitu
cepat berkembang. Pengguna media online pun jumlahnya terus meningkat
dari waktu ke waktu. Meskipun demikian, media cetak pun tetap memiliki “pembaca loyal”. Dengan demikian, keduanya akan menjadi media pemasaran dan promosi pariwisata
yang cukup dahsyat jika bisa dimanfaatkan secara maksimal karena
keduanya akan saling melengkapi. Inilah dua media yang masih
berpengaruh: media online dan media cetak. Media O-Tak.
*****
DAFTAR PUSTAKA
Suwena, I Ketut dan Widyatmaja, I Gst Ngr. 2010. Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana University Press.
Yoeti, Oka A. 1993. Pengantar Ilmu Pariwisata. Cetakan Ketiga. Bandung: Angkasa.
No comments:
Post a Comment