21.5.07

Kereta sebagai Inspirasi

Oleh Yon’s Revolta

Judul Buku : Kereta dengan Satu Gerbong
Penulis : Eko Sugiarto
Tebal : 80 halaman
Penerbit : Lanarka, Solo
Cetakan I : 2006

Di negeri ini, ketika seseorang mendengar kata kereta (api) bisa jadi akan mengernyitkan dahi. Terbayang bagaimana banyak kejadian mengenaskan terjadi, penumpang kerap menjadi korban ketika berkesempatan naik kereta. Entah itu karena tabrakan, meluncur bebas, atau rel ajlok. Belum lagi misalnya cerita penat dan sesaknya ketika naik kereta ekonomi. Sungguh, bukan hal yang enak dibayangkan.

Tapi, di mata seorang pengarang, semuanya bisa berubah menjadi kenangan yang mengesankan. Setidaknya, inilah yang berhasil dipotret oleh Eko Sugiarto lewat kumpulan cerpen dalam buku yang tidak begitu tebal ini.Di dalam buku ini, kita disuguhi delapan cerita yang masing-masing selalu berbicara atau terkait dengan sebuah kereta. Tentunya, dialam cerpen yang notabene karya sastra, kata kereta ini tidak melulu berarti lugas, denotatif, apa adanya. Kereta bisa berarti sebuah kiasan tersendiri dimata pengarang yang disampaikan Eko dalam pengantar singkatnya.

Namun begitu, ketika karya sastra sudah terlahir, telah selesai ditulis. Kita, sebagai pembaca bebas melakukan tafsir terhadap makna yang terdedahkan dalam cerpen itu. Hal ini tak melulu mengekor doktrin “pengarang telah mati”, ketika karya lahir. Dalam melakukan apresiasi, tak jadi soal kita perlu “menghadirkan” pengarangnya untuk sekedar mengetahui sudut pandang yang mungkin berbeda. Setidaknya berbagi pengalaman batin dan sesekali proses kreatif. Ini bukan sesuatu yang haram dalam kehidupan bersastra.

Jujur, saya sendiri agak kesulitan menangkap makna beberapa cerpen yang ada. Terutama yang berjudul “Sekali lagi, ceritakan tentang Mawar” dan “Kereta dengan Satu Gerbong”. Namun ada sebuah esensi yang bisa saya dapatkan ketika membaca karya Eko ini, yaitu kekuatan imajinasi. Istilah kereta, bagi Eko bukan saja sumber inspirasi untuk menelurkan karya berupa cerpen, tapi juga berhasil mengeksplorasinya dengan kekuatan imajinasi.. Dalam karya sastra, kekuatan imajinasi ini perlu selain soal pesan moral dan estetika bahasa

Soal kenikmatan, tentu lain lagi. Setiap orang mempunyai seleranya masing-masing. Satu hal yang pasti, kisah-kisah kereta ini tak lepas dari pengalaman batin sang penulis ketika kecil. Seusai azan maghrib, di kampungnya sering terdengar nada pujian “Tumpakane kereto Jowo rodo papat rupo menungso” (Kendaraannya kereta Jawa beroda empat berwujud manusia). Kenangan silam ini yang telah menginspirasi Eko untuk membuat cerpen-cerpen seputar kereta.

Nah, akhirnya, dari pembacaan cerpen-cerpen Eko ini, kita bisa belajar tentang sumber inspirasi. Tak perlu jauh-jauh, ketika bicara karya, menulislah sesuatu yang pernah kita rasakan. Tak ada kebuntuan inspirasi ketika kita akan berkarya karena inspirasi ini ada dalam keseharian kita. Apa yang pernah kita rasakan, renungkan dan jadikan inspirasi dalam setiap karya kita. Jangan terlampau memaksakan diri untuk mengambil inspirasi “diluar sana”. Toh, kejadian keseharian justru bisa memberikan sentuhan personal tersendiri atas karya kita. Dan, berimajinasilah, menyelam keluar batas kenyataan, jika kita menginginkannya. Sekali lagi karena imajinasi dalam karya sastra itu perlu dan menjadi kekuatan tersendiri atas sebuah karya sastra.

*Penulis adalah Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Purwokerto.

Sumber: http://www.penulislepas.com/v2/?p=452

No comments: