21.8.07

Hati-hati dengan Surat Perjanjian Penerbitan

Menjelang pukul 19.00, seorang kawan menyapa via YM. Dia mengatakan baru saja mendapat surat elektronik (e-mail) tentang draf surat perjanjian penerbitan. Lantas, dia teruskan draf itu ke alamat surat elektronikku. Aku buka, lantas kubaca perlahan.

Ada kejanggalan di beberapa pasal dalam draf surat perjanjian itu. Namun, kejanggalan-kejanggalan itu tak akan kuuraikan dalam tulisan ini. Aku hanya akan mencantumkan satu kejanggalan di antara sekian kejanggalan yang ada di draf surat itu, yaitu di bagian akhir. Bunyi salah satu pasal yang menurutku janggal adalah ”Apabila timbul perselisihan antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua mengenai perjanjian ini, maka akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat.”

Bagian mana ya kira-kira yang janggal? Ya, betul. Bagian paling akhir. Akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Wong namanya perjanjian, apalagi bakal pakai meterai, kok ya masih muncul pernyataan akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Kenapa tidak langsung saja ditulis akan diselesaikan secara hukum di pengadilan X, misalnya.

Pasal itu mengingatkanku pada seorang kawan lama yang kalau berjanji sering bilang insya Allah. Meskipun ketika dia tak serius menepati janji, dia akan tetap bilang insya Allah. Lantas, apakah saya berprasangka buruk dengan penerbit yang menyatakan akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat dalam draf surat perjanjian yang akan mengikatnya (penerbit yang bersangkutan) dengan kawan saya? Bisa jadi demikian. Namun, itu bukan yang utama. Saya hanya ingin mengingatkan kawan saya yang kebetulan belum menandatangani perjanjian itu (dan juga rekan-rekan penulis) untuk lebih berhati-hati dengan bunyi pasal yang demikian. Usul saya adalah minta penerbit untuk mengubah bunyi pasal itu dengan yang relatif aman buat penulis. Ya, misalnya ”Apabila timbul perselisihan antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua mengenai perjanjian ini dan tidak bisa diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, maka akan diselesaikan secara hukum di Pengadilan X.”

Apa ini sebuah provokasi? Sama sekali bukan. Sekadar saling mengingatkan antarsesama penulis biar gak mengalami hal yang kurang menyenangkan. Lha wong saya pernah kok mengalami kejadian kurang menyenangkan dalam dunia tulis-menulis. So, sebelum lupa, silakan baca pengalaman saya di sini. Salam….

No comments: